Brebes – Proses pembangunan gedung utama museum purbakala situs Buton (Bumiayu-Tonjong) di Dukuh Kalipucung RT. 02 RW. 05, Desa Galuh Timur, Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, kini sudah mencapai 90 persen. Senin (3/1/2022).
Disampaikan Ketua Pokdarwis Kampoeng Poerba Galuh Timur, Serka Ali Mahfur (Babinsa Galuh Timur Koramil 09 Tonjong, Kodim 0713 Brebes), bangunan berbentuk oval berukuran 15 x 15 meter yang bernilai Rp. 752 juta itu tinggal finishing, yaitu menyisakan pekerjaan plafon teras dan samping, lantai teras, serta merapikan cat.
Bangunan ini akan digunakan untuk menyimpan fosil-fosil purbakala yang ditemukan di wilayah Bumiayu dan Tonjong, dan dijadwalkan akan diresmikan Bupati Brebes, Hj. Idza Priyanti SE.MH saat Hari Jadi Kabupaten Brebes ke-344 tanggal 18 Januari 2022 mendatang.
“Di aliran Sungai Cisaat di desa saya Galuh Timur, telah ditemukan bagian fosil manusia purba homo erectus arkaik berupa batok kepala, tulang rahang dan akar gigi, dimana usianya diperkirakan oleh para peneliti kepurbakalaan berusia lebih tua dari homo erectus di Sangiran, Sragen (1, 5 juta tahun), ” bebernya.
Baca juga:
STTAL Ciptakan Prototipe Drone Dua Media
|
Untuk itulah Pemkab Brebes melalui Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sedang mengusulkan Situs Buton ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi geopark.
Menurutnya, usulan tersebut selain sebagai upaya pelestarian terhadap warisan geologi, pusat pendidikan, sekaligus untuk tempat wisata, sehingga memberikan peluang kesejahteraan ekonomi bagi warga setempat dan sekitarnya serta sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Hal itu juga dikuatkan kajian yang sebelumnya disampaikan Didit Hadi Barianto, Peneliti dari UGM Yogyakarta, bahwa Situs Buton meliputi tiga kecamatan yaitu Bumiayu, Tonjong dan Bantarkawung. Cakupan kawasannya meliputi enam sungai yang diantaranya Sungai Pemali, Sungai Glagah, Sungai Bodas, Sungai Cisaat dan Sungai Gintung.
Menurut peneliti purbakala itu, Situs Buton sangat layak dijadikan geopark mengingat ditemukannya homo erectus yang kelasnya mendunia. Pasalnya, homo erectus baru ditemukan di lima negara, dimana salah satunya di Bumiayu dan Tonjong.
Lanjut Babinsa Ali, dengan selesainya bangun utama museum itu maka diharapkan Pemkab akan melanjutkan penataan fasilitas maupun peningkatan infrastruktur pendukungnya secara bertahap, sehingga diharapkan dapat menjadikan Galuh Timur sebagai destinasi wisata sejarah berskala nasional dan bahkan internasional.
“Jika berkunjung ke desa kami juga ada tambahan tujuan wisata yaitu Candi Gagang Golok atau Situs Kali Puncung (di Dukuh Kali Pucung, di areal hutan jati Perhutani KPH Pekalongan Barat), kemudian Makamdawa (makam panjang), dan juga Saka Kembar (tiang kembar) di Jembatan Kali Belang, ” tandasnya.
Untuk diketahui, keberadaan Situs Buton telah lama diteliti oleh para ahli purbakala mulai tahun 1920-an. Walaupun sempat terhenti, namun sejak ditemukannya kembali fosil-fosil kayu (2013), fosil Batu Akik (2014), fosil-fosil hewan (2015), dan fosil bagian manusia purba tersebut pada 2017 lalu, maka para peneliti sejarah kembali datang ke Buton pada 2019.
Kala itu, tim dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin Prof. Gunardi, melakukan riset selama 2 minggu (14 Juli - 2 Agustus 2019). Mereka memperkirakan bahwa fosil fauna/hewan yang ditemukan oleh warga Galuh Timur dan sekitarnya adalah fosil tertua di Pulau Jawa yang berumur lebih dari 2 juta tahun.
Kemudian dari validasi perkiraan usia fosil fauna tersebut, manusia purba yang hidup saat itu (homo erectus arkaik), usianya lebih tua lagi dari faunanya itu.
Perkiraan itu juga diperkuat lagi dari link fosil-fosil yang ditemukan di wilayah Kabupaten Tegal, yakni di Situs Semedo, Desa Semedo, Kecamatan Kedungbanteng.
Awalnya, warga Galuh Timur menyimpan fosil-fosil yang ditemukan di rumah masing-masing. Kemudian dengan adanya Pokdarwis Kampoeng Poerba maka dibangunlah sebuah rumah kecil yang kemudian diberi nama Museum Mini Kampoeng Poerba untuk menampung fosil-fosil itu.
Masyarakat Galuh Timur dan sekitarnya tidak memperjual belikan fosil. Mereka dengan sukarela dan kesadaran menyerahkannya ke Pokdarwis Kampoeng Poerba untuk disimpan di museum mini itu sebagai edukasi sejarah bagi seluruh umat manusia. (Aan/Red)